![]() |
Lombok Utara, Insightanjani_Melalui intervensi program PRB oleh GRAVITASI Mataram, AWO International, dan Yayasan SHEEP Indonesia (YSI) Desa Sukadana telah memiliki Peta Risiko Bencana. Hal ini dicapai dengan melakukan kajian Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara selama 15 bulan secara terstruktur, terukur, dan berkesinambungan.
Keberhasilan lain yang telah dicapai adalah peningkatan kapasitas masyarakat dari sudut pandang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBM). Proses belajar itu melibatkan masyarakat dan pemerintah desa secara aktif melalui pemetaan ancaman, potensi, dan kerentanan di Sukadana.
Muhammad Sahrain Koordinator Lapangan Program PRB GRAVITASI Mataram mengatakan, bahwa Kegiatan yang dikemas dengan konsep belajar bersama ini dimulai dari bulan Februari 2020 – Maret tahun 2021. Mula-mula masyarakat didukung dengan pemahaman tentang PRB itu sendiri.
“Beberapa rangkaian kegiatan sebagai upaya dukungan diantaranya melibatkan masyarakat dari unsur pemangku adat, pemerintah desa beserta stafnya. Semuanya bersama-sama terlibat aktif memetakan kondisi desa pada aspek pengurangan risiko bencana, yakni kegiatan kajian tentang ancaman, potensi, dan kerentanan,
Ketiga aspek tersebut telah dipetakan oleh Desa Sukadana. Tujuan hasil pemetaan ini diharapkan menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan desa yang memperhitungkan risiko yang akan terjadi”, jelas Sahrain.
Sahrain melanjutkan, “bahwa masyarakat sendiri telah memiliki kapasitas lokal dalam menghadapi bencana. Hanya saja, apa yang dimiliki oleh Sukadana perlu dirumuskan dan dipetakan bersama-sama tentang potensi-potensinya berdasarkan sudut pandang PRB.
“Dari hasil pemetaan, bahwa ancaman bencana yang terjadi adalah Gempa Bumi, Kekeringan, Tsunami, Letusan Gunung, Banjir, Longsor, Abrasi, Corona. Kesemuanya memiliki dampak terhadap kelangsungan hidup masyarakat, seperti aktifitas mata pencaharian terbatas, sektor pertanian, dan perkebunan.
Berdasarkan hasil kajian bersama masyarakat, bahwa dari tingkat keseringan, bencana yang sering terjadi di Desa Sukadana adalah kekeringan. Sementara dari segi dampak adalah gempa bumi dan corona”, jelasnya.
Sementara Sahnari salah seorang warga Sukadana yang terlibat langsung dalam pemetaan mengatakan, bahwa cara pandang PRB merupakan hal baru di Sukadana. “Sebelumnya kerja-kerja kebencanaan di desa kami masih berdasarkan momentum. Artinya respon dan perhatian dalam bidang kebencanaan itu manakala bencana itu terjadi. Sementara secara kapasitas belum terbangun.
Kalaupun sudah terbangun, masih bersifat kemampuan individu belum secara kolektif. Masyarakat juga baru tahu bahwa disiplin data keluarga juga akan berdampak paska bencana, nah ini yang kami pelajari cara mengamankan data dari manual ke eletronik sehingga paska bencana terjadi kebutuhan data sudah siap.
“Paling tidak ketika masyarakat Sukadana belajar bersama dengan GRAVITASI, YSI, dan AWO International ini, kami bisa mengukur kemampuan kami dengan cara mengurangi risiko meningkatkan kapasitas, ketika bencana terjadi masyarakat sudah paham akan melakukan apa dan bagaimana. Termasuk soal kelompok rentan, bahwa selama yang kami pahami kelompok rentan hanya lansia, disabilitas, balita, dan ibu hamil.
Sementara dari program ini kami belajar bahwa kelompok rentan tidak hanya itu, tetapi juga harus mempertimbangkan, keluarga yang tidak memiliki tabungan, minim literasi, jauh dari akses informasi dan komunikasi, struktur rumah lemah,dan masih banyak lagi secara detail, ” kata Sahnari.
Di kesempatan lain, Kepala Desa Sukadana Zul Rahman mengatakan, bahwa intervensi program oleh GRAVITASI, YSI, dan AWO International cukup berdampak bagi pemerintah desa, organisasi desa, dan masyarakat.
“Yang dapat kami pelajari adalah pengetahuan, pemahaman, pengalaman melalui praktek pemetaan, kami langsung dilibatkan dan bahkan semua hasil seperti dokumen kajian serta peta dikembalikan kepada kami,” demikian kata Kepala Desa muda ini.
Sementara Sahrain berharap bahwa apa yang telah dicapai oleh Desa Sukadana sampai saat ini menjadi percontohan bagi desa-desa lain bahkan tingkat kabupaten dan provinsi. “Hasil evaluasi program tersebut yakni isu PRB belum memiliki payung hukum dan mandat yang pasti sebagai acuan pembangunan dibidang kebencaan Kabupaten Lombok Utara,” tutupnya.//sahraingravitasi