Lale seruni tak berputus asa. Cinta telah memberinya kekuatan
tanpa batas dan ketabahan yang hanya dimiliki oleh ratusan para sufi. Ia
terus melakukan Sa'i (lari kecil) antara dua gunung itu.
Sementara itu, tak ia sadari bahwa air matanya yang menetes di
Savana , bertemu dengan sisa-sisa tetesan darah Demung Sandubaya yang tertutup
ilalang liar. Dengan proses kimia yang rumit dan mistis, campuran air mata
penuh cinta dan percikan Darah kekasih hatinya itu mengubah rumput & ilalang
liar itu menjadi bunga abadi. Bunga yang tetap mekar sepanjang tahun di Savana
Aik Pait.
Mata terbening di zaman itu tiada henti meneteskan air mata
kepedihan yang terus mengalir semenjak kuda Geger Mayang pulang sendiri tanpa
tuan. Dan itulah pertanda yang dibisikkan oleh Demung Sandubaya di Malam
terakhir ia berpamitan untuk berburu di hutan Gebong, "Jika si Geger
Mayang pulang sendiri, maka itu berarti aku telah mendahuluimu ke Alam Sana
".
Dunia sontak berubah kelam. Adakah kiamat yang lebih besar bagi
seorang yang kehilangan orang yang dicintainya. Tiada tsunami yang memiliki
daya hajar mematikan bagi sepasang pengantin baru yang tengah menikmati bulan
madu dibanding kenyataan harus terpisah dari cinta sejatinya.
Lale Seruni tak mau mempercayai kasat yang ia lihat, jiwanya
yang masih halus yang baru beberapa hari yang laku menanggalkan status gadisnya
berhalusinasi, seakan ia mendengar Panggilan Demung Sandubaya untuk segera
menemuinya.
Suara-suara itu sayup, namun jelas mengetuk gendang Telinganya.
Sejenak ia berlari ke arah Gunung Nanggi yang berada di sebelah barat Savana
itu, hingga ketika ia tiba pucuknya, ia pun meraung ke arah Puncak Agung Gunung
Rinjani , menyebut nama Pria yang oleh karena cintannya kepadanya, ia sanggup
mengabaikan & meninggalkan kasih sayang serta kemewahan di rumah
orangtuanya, sambil berharap, sewaktu-waktu Demung Sandubaya turun dari hutan
di puncak Rinjani.
Sementara itu, halusinasi itu tetap hidup. Lale Seruni masih
mendengar panggilan-panggilan lembut yang menyerunya. Suara bariton dari pria
kalangan rakyat biasa yang membuatnya mengabaikan pinangan para bangsawan. Ohhh
suara itu terdengar dari timur, tepatnya dari Gunung Padak. Ia mengacuhkan
keletihan, kaki lembutnya menyibak ilalang dan rumput liar yang tumbuh rapat ,
segera berlari. Hingga ia tiba di puncaknya. Dari puncak itu Ia melihat jelas
di kejahuan Laut Sambelia. Lale Seruni berharap Demung Sandubaya melambaikan
tangan dari perahu yang biasanya ia gunakan untuk melaut di desanya Labuan
Lombok. Tapi itu tak pernah terjadi.
Dan suara itu masih terdengar. Ketika ia di Gunung Padak, suara
itu seperti datant dari Gunung Nanggi. San ketika ia telah sampai di Naggi,
suara itu datang dari Gunung Padak.