Nyesek (menenun) bagi
orang Sasak bukan semata memintal benang satu persatu menjadi kain bermotif
indah. Gadis menenun adalah batu penanda Kesolahan & Kesalehan, kecantikan
paras & laku budi. Gadis yang telah mampu menenun, mampu menggenggam kayu
berire & lekot yang melingkar di pinggang adalah pertanda fisik yang telah
cukup matang.
Ia adalah putik bunga
yang telah siap untuk kedatangan kumbang. Lekot yang melingkari pinggang tak
hanya untuk memastikan posisi badan tak bergeser dari alat tenun. Secara fisik,
lingkar pinggang itu telah kuat & kokoh untuk menanggung proses reproduksi.
Keajegan posisimu yang
bersabar untuk tetap duduk dalam satu titik menyimbolkan keteguhan &
kesetiaanmu dalam mengemban janji. Benang yang disulam satu persatu
melambangkan ketabahan & kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Dan
Brangbantun melihat sedari awal bibit kuntum bunga bernama Lale Seruni bitu
tumbuh dan bersiap mekar. Ketika ia menjadi pemasok kapas untuk bahan benang
untuk keluarga Seruni. Bahkan beberapa kali ia turut bebetuk, mengolah kapas
menjadi benang untuk perempuan terindah itu.
#
Orangtua mereka memang
bersahabat semenjak muda. Berkongsi dalam banyak usaha pertanian dan
perkebunan. Bahkan mereka sesekali berlayar dari pelabuhan kahyangan ke
negeri-negeri seberang untuk berjualan. Usaha yang cukup maju, membuat ekonomi
keluarga sejahtera. Hingga suatu saat, kedua orangtua Brangbantun kecil
meninggal karena wabah cacar air yang menyerang negeri. Brangbantun &
adiknya Demung Sandubaya selamat dari amukan wabah. Namun, bekas cacar air itu
menyisakan luka di seluruh wajah. Luka yang membuat mentalnya setipis kabut
ketika berurusan dengan cinta. Ia selalu merasa tak pantas untuk Lale Seruni,
pemilik wajah terindah kala itu.
#
Sebagai pelariannya.
Ia lebih banyak menyepi & berguru bela diri. Brangbantun, Pria bertubuh
tegap, tidak sekalipun terkalahkan dalam lomba duel Kedatuan , membelokkan
putaran nasibnya, mengantarkannya ke puncak jabatan, bagai kepala pasukan
Kedatuan Labuan Lombok. Kertajagat mempercayakan jabatan patih kepadanya. Ia
adalah palang pintu utama yang bersiap menghalangi setiap upaya penerobosan,
perongrongan kewibawaan Kedatuan dan keselamatan Datu. Sesungguhnya,
meninggalkan kampung dan menjadi serdadu adalah caranya untuk melarikan diri
dari Soal cinta yang tak pernah mampu ia raih.
#
Brangbantun adalah
"Elkhorn", karang tanduk rusa yang kokoh membentengi darat dari
gempuran badai laut. Namun kini, karang itu terinfeksi Serratia marcescens.
Kasatnya kokoh, namun ia mengalami keropos dari dalam. Perasaan cintanya kepada
Lale Seruni adalah azab yang harus dipanggulnya sejak pernikahan Gadis titisan
rembulan itu dengan Adiknya sendiri, Demung Sandubaya. Lale Seruni telah jadi
Iparnya semenjak itu.
Jarak badan semakin
merapat, namun harapan & kesempatannya untuk memilikinya di dunia ini
adalah mustahil. Brangbantun menjadi kumbang penjaga taman, ia boleh menikmati
keindahan rupa warna warna bunga, namun haram memilikinya. Sungguh kepelikan
tanpa tepi. Hari harinya dihanyutkan sungai sepi. Ia memutuskan untuk menikahi
sunyi. Kesunyian menjadi kekasihnya yang paling setia, tak akan pernah
berkhianat. Demikianlah hari-hari di dunianya Brangbantun, merupakan hari tanpa
matahari.
#
Sebagai dua bersaudara
yang yatim semenjak orok, Brangbantun telah menjelma sebagai orang tua pada
usianya yang berbilang anak. Brangbantun tak pernah tahu indahnya dunia bermain
kanak-kanak. Kondisi Yatim memaksanya mengambil tanggung jawab untuk mengasuh
adiknya. Kasih sayang pada adiknya itu jua yang memojokkannya pada sudut
tersulit untuk berpura-pura tak menginginkan gadis Lale Seruni, karena tak
ingin adiknya patah hati. Dan hari ini, Adiknya itu telah mati ditangan
Kertajagat, Datunya yang ia telah bersumpah untuk tumpah darah setia
melayaninya dengan nyawa sekalipun. Dan sementara itu, di ujung Savana yang
sama, di Puncak gunung padak , janda muda Lale Seruni tengah berduka.
#
Ini adalah putaran
dewi fortuna yang memberinya kesempatan kedua. Kematian Demung Sandubaya pada
kasus ini adalah seperti terbunuhnya para pemburu harta karun yang tak mau
berkongsi dalam kepemilikan. Kompetisi jadi lebih mudah karena matinya
kompetitor. Namun jiwa ksatria & Kasih sebagai seorang saudara juga
menuntut pembelaan kehormatan darah atas darah.
Batinnya menjadi
padang Kurukshetra , dimana ia menjadi panglima yang memimpin pasukan untuk
berperang melawan dirinya sendiri. Pelabuhan mana yang akan di tujunya. Membalas kematian adiknya dengan melanggar
sumpah setianya pada kerajaan, lalu berperang Puputan melawan pria terlaknat
Kertajagat. Atau Jalan mudah, Melarikan Lale Seruni dan hidup mengasingkan diri
jauh dari jangkauan manusia yang pernah mengenalinya. Brangbantun berada dalam
situasi bathin yang teramat pelik. Dan kepedihan demi kepedihan bathin itu
menyadarkannya, bahwa semua ujung jalan itu hanya akan membawa pada petaka bagi
Lale Seruni. Dulu ia telah mengorbankan seluruh hidupnya demi kebahagiaan orang
yang dicintainya, dan lalu mengapa hari ini dia tidak akan sanggup lagi
melakukannya.
#
Kepekaan & sikap
ngemongnya yang terlatih memberinya pengetahuan bahwa Lale Seruni pasti butuh
air untuk menghilangkan dahaga & membersihkan luka serta badannya. Dengan
kekuatan yang dimilikinya, berbekal tombak yang ia bawa, mulailah menggali
tanah di ujung Savana, sebelah utara, dekat hutan Sembalun. Baru kedalaman
setengah tombak menggali. Muncul Sosok mahluk diiringi hembusan udara seukuran
anakan huricane, mengepulkan debu & mematahkan rerantingan yang dilewati.
Brangbantun melihat
sosok yang selama ini menjadi momok berita dari mulut ke mulut. Itulah Sampi
Ngamang. Penguasa dari dunia astral yang merajai Hutan dan Savana di kawasan
gebong. Tanduknya seukuran tombak perang. Sosok Sampi Ngamang lebih mengerikan
dibanding Toro Bravo sapi asli semenanjung Iberia yang membunuh banyak
matadores. Sapi Ngamang membentak dengan Suara yang menggetarkan seantero
lembah itu, "Siapa yang memberimu izin & Perintah untuk menggali di
Kekuasaanku". Sebagai seorang ksatria yang jujur, Brangbantun mengakui
kekhilafannya dan minta maaf. Dan untuk menebus kesalahannya, ia bersedia
menjadi ikut menjadi kawula/rakyat Sapi Ngamang di Hutan Gebong. Namun
sebelumnya, Ia minta supaya sumur yang digalinya diberikan air dari mata-mata
air yang ada di hutan itu.
#
Semenjak saat itu
Brangbantun moksah bersama Sapi Ngamang setelah memenuhi permintaan untuk
membahi mata air yang mereka kuasai untuk mengisi timbe (sumur) yang di gali
Brangbantun. Sumur itu kini dikenal sebagai Timbe Aik Pait. Sumur yang digali
oleh seorang pecinta, dengan penuh cinta dan kesungguhan meskipun cinta itu tak
pernah dimilikinya. Konon, para jomblo yang mandi di sumur ini akan terlepas
dari kutukan Jomblo abadi.