Legenda Dende Seruni Part. 2 || Sa'i Cinta Di Ketinggian 2030 MDPL -->
Rabu, 16 April 2025

Iklan Semua Halaman

Legenda Dende Seruni Part. 2 || Sa'i Cinta Di Ketinggian 2030 MDPL

Insight Anjani
Rabu, 17 Maret 2021


Photo by : Ahyar Jrowky


 
Oleh : Roma Hidayat Yusuf

Seperti matahari yang hari ini menapak langit yang kemarin. Sejarah sepertinya senang untuk mengulang. Sa’i yang dilakukan oleh Lale Seruni bukanlah yang pertama. Berbeda Tempus & Lokus, Siti Hajar telah terlebih melakukannya antara Shofa dan Marwa. Dua hal yang menghubungkan dua peristiwa ini, Siti Hajar dan Lale Seruni sama-sama perempuan dan keduanya melakukannya karena Cinta.

 

Tak banyak yang memahami Pesan utama dari Ritual Sa’I itu. Sejatinya, Ia adalah perayaan dari manifestasi dari puncak dari segala Puncak Cinta. Cinta terbesar yang menyebabkan Alam dan peradaban manusia ini berkembang. Yaitu Cinta seorang Ibu Hajar pada sang Balita Ismail.

 

Manakah lagi cinta yang lebih mulia dari cinta ini. Cinta yang mendorong perempuan sanggup tertawa dan berkata aku bahagia meskipun bertahun-tahun hidup dalam sengsara dibawah kekejaman sorang Suami. Cinta yang membuat putusnya ribuan urat reproduksi dirayakan dengan senyum puas dan bahagia ketika fase melahirkan itu datang. Itulah Cinta ibu kepada anaknya. Hajar tersihir oleh fatamorgana yang bergantian muncul antara Shofa dan Marwa, ia sadar, bahwa air adalah sesutau yang mustahil didapat di tengah wadi, yang seklilingnya adalah padang yang tandus dan berbatu.

 

Namun, tangis bayi Ismail membuat Hajar tak mau mempercayai akalnya dan memperturutkan fatamorgana itu. Hingga 7 kali ia berlari melintasi tanah bebatuan. Kaki lembutnya terluka oleh goresan bebatuan tajam, terik matahari yang membakar, fisik mulai lapar dan haus.

 

Semuanya tak membuat Hajar ingin putus asa dari ikhtiar. Namun, terbersit olehnya akan keselamatan Bayi Ismail yang ia tidurkan di satu-satunya Pohon yang tumbuh di antara dua bukit itu. IA cemas jika sewaktu-waktu singa atau srigala atu semut atau elang datang mengancam keselamatan putra semayangnya. Sementara, tak ada manusia lain selain Ibu dan anak yang masih bayi yang dapat dimintai tolong. Hajarpun kembali, dan mukjizatpun terjadi. Ismail didapatkannya tengah tersenyum dan sebuah mata air muncul dari telapak kaki mungil anaknya. Kelak, sumur itu dikenal sebagai Zam-Zam, sumur legendaris yang airnya paling banyak diminum umat manusia.

 

Ritual Sa’i dan Air Zam-Zam adalah monument Cinta terbesar yang ada di Bumi ini. Tuhan ingin semua orang mengingat itu. Maka dijadikanlah Ritual Hajar mencari Air untuk bayinya Ismail sebagai rangkaian Ibadah yang agung dalam Islam. Namun, orang kemudian terlupa. Mereka taat dan patuh, ikuti seluruh ritual Sa’I , namun lupa pesan sesungguhnya. Tuhan ingin, semua orang menghargai dan membalas cinta Ibu mereka. Banyak yang berlari antara Shofa dan Marwa untuk mencari pahala, namun mengabaikan ibunya.

 

Kembali ke Lale Seruni. Pada akhirnya. Semua panggilan Lale Seruni berbalas sunyi. Hanya deru angin yang datang dari Laut Sambelia yang setia membalasnya. Untuk sejenak ia terdiam di puncak Gunung Padak. Sungguh lari antara dua puncak Nanggi dan Padak melintasi Savana yang lebat oleh ilalang dan rumput liar, bukanlah sesuatu yang mudah untuk perempuan Muda yang sedang patah hati. Kakinya melepuh dan luka, udara dingin pegunungan tak melindunginya dari proses hidrasi, mulutnya mengering, ia butuh air untuk minum. Mendadak tubuhnya yang ramping terasa berlipat-lipat bobotnya, Kakinya yang putih nan mungil itu sudah tak mampu lagi menyangga bagian atasnya.

 

Sekonyong ia roboh terduduk dan tenggelam dalam keheningan hutan Gebong. Tempat terakhir yang dituju oleh Suaminya ketika diajak berburu oleh Kertajagat, Penguasa Kedatuan Labuan Lombok yang secara illegal meleleh hatinya oleh kecantikan Lale Seruni.

 

Sementara itu. Brangbantun, kakak kandung Demung Sandubaya yang mendengar kabar angin tentang kematian adiknya segera menyusul Lale Seruni ke Hutan Gebong. Sesampainya disana, ia langsung mengenali sosok dengan rambut yang terikat daun pandan kering yang dianyam berbentuk teratai itu. Perempun itu Iparnya. Diantara kemarahan akan kematian adiknya Demung Sandubaya, dan gelombang perasaannya yang selama ini berusaha ia kurung dalam bunker terdalam di hatinya. Pria perkasa, jawara silat Kedatuan Labuan Lombok, Brangbantun ragu, berani tapi tak percaya diri untuk sekedar menyapa.

 

Terbayang olehnya malam yang sempurna di bulan yang lepas. Ketika ia baru saja pulang dari berburu menemani sang Datu Kertajagat, Penguasa kedatuan Labuan Lombok. Mereka melintasi sebuah rumah sederhana di pinggir kali menanga baris. Sayup terdengar harmoni suara berire & jajak pertanda tuan rumah sedang nyesek (menenun kain). Dihalaman rumah itu ada 3 sinar yang beradu tajam ; purnama yang tengah paripurna di tanggal 14, lampu minyak jarak dan satunya lagi cahaya tak biasa, wajah perempuan yang tengah tekun berkonsentrasi memainkan berire mengatur jarak benang helai demi helai. Dan pemenangnya adalah Cahaya terakhir. Cahaya kecantikan perempuan yang makin paripurna dengan lilitan lekot Penenun di Pinggang. Lale Seruni.

 

Satu-satunya kesialan yang dibawa Seruni sejak lahir adalah kecantikannya. Dan kutukan kecantikan itu melekat, membunututinya kemana jua. Kecantikan dan kehancuran hidup bersisian yang dibatasi selulit tipis yang rentan.

 

Kecantikan dengan mudah mengundang petaka. Seperti para pemburu batu permata yang saling menikung dan saling mengkhianati antar sesama. Menumpahkan darah antara dua bersaudara karena ketamakan untuk memiliki kemilau batu permata itu. Kecantikan Lale Serunipun begitu. Bahkan dengan melihat ujung rambutnya saja, orang langsung jatuh cinta.

Kecantikan Seruni adalah getah pohon Pisonia yang tak sengaja telah memampuskan ribuan burung penikmat buahnya.

 

Semua terpana. Keterpanaan itu mengubah Kertajagat semenjak malam yang sempurna itu menjadi Pria terlaknat sempurna di zamannya. Ia yang telah memiliki permaisuri dan beberapa selir , kasmaran tanpa kepalang. Panas dingin seperti orang terinfeksi virus Corona. Akal sehatnya hilang. Nasehat para pembesar & tokoh adat semua mental, seperti air yang hinggap di daun talas. Aku harus memilikinya meskipun harus melenyapkan Demung Sandubaya, suaminya. Begitu bisik setan yang terasa indah di benaknya. Kertajagat mengatur Siasat, kecelakaan saat berburu rusa adalah alibi yang sempurna.